Acara Open House ini merupakan salah satu dari rangkaian acara HPTT (Hari Pendidikan Tinggi Teknik) ke 72, dilaksanakan pada hari Minggu, 18 Februari 2018. Acara berlangsung selama satu hari penuh dengan serangkaian agenda kegiatan menarik yang terbuka oleh umum, pada kesempatan ini laboratorium geologi dinamik mendapatkan bagian untuk berpartisipasi dalam menampilakan laboratorium kepada pengunjung. Laboratorium Geologi Dinamik menampilkan beberapa alat peraga, perlengkapan lapangan dan output penelitian berupa peta mitigasi maupun peta timbul (3D). Sebagian besar pengunjung tertarik dengan apa yang ditampilkan, karena bagi mereka ini adalah kali pertama melihat alat peraga yang digunakan oleh para ahli geologi seperti misalnya Stereoskop, Foto Udara, Drone, dan tentu saja primadona kami yaitu Geosbox. semoga dengan adanya kegiatan seperti ini membuat masyarakat umum, pelajar dan tenaga pendidik menjadi lebih tertarik serta menambah wawasan dalam bidang geologi.
Kegiatan
Praktikum Geomorfologi telah dilaksanakan pada tanggal 23 September 2017 (1) dan 28 November 2017 (2). Lokasi yang menjadi tujuan fieldtrip semester ini yaitu pada fieldtrip 1 observasi daerah Dendengwelut, Panggang, Gunungkidul – Gumuk Pasir Parangkusumo – Muara Sungai Opak.
Fieldtrip ke 2 berlokasi di Lava Bantal Watuadeg.
Berikut rincian biaya dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan Fieldtrip Praktikum Geomorfologi 2017/2018.
pengumuman ini disusun oleh dosen pengampu Salahuddin Husein, Ph.D.
jika ada pertanyaan atau ketidakjelasan mengenai informasi pengumuman ini silahkan hubungi dosen pengampu mata kuliah praktikum geomorfologi atau asisten.
Salahuddin Husein dan Srijono
Jurusan Teknik Geologi FT UGM Yogyakarta
corresponding email: shddin@gmail.com
Abstract
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki letak geomorfologis yang sangat menarik. Berada di bagian selatan Pulau Jawa, propinsi ini berada pada transisi dua mandala geologi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur (van Bemmelen, 1949). Bagian selatan mandala geologi Jawa Timur dicirikan oleh munculnya Pegunungan Selatan yang dibangun oleh batuan volkanik laut dan ditutup oleh batuan karbonat yang melampar ekstensif dengan kemiringan landai ke arah selatan. Sebaliknya, bagian selatan mandala geologi Jawa Tengah dicirikan tidak munculnya Pegunungan Selatan ke permukaan. Daerah tinggian selatan Jawa Tengah dibangun oleh serangkaian batuan sedimen volkanik laut yang terlipat kuat membentuk Pegunungan Serayu Selatan. Ke arah timur di Propinsi Yogyakarta, Pegunungan Serayu Selatan dibatasi oleh kompleks gunungapi Kulon Progo. Pertemuan kedua pegunungan tersebut di Yogyakarta membentuk depresi atau rendahan yang dikenal dengan nama Cekungan Yogyakarta dan terisi oleh endapan Gunung Merapi sebagai produk geologi yang berumur paling muda. Keragaman informasi geomorfologi tersebut diatas, terutama yang terkait dengan proses geologi pembentuknya, idealnya dapat dipresentasikan dalam wujud peta yang mudah dibaca dan dapat menjadi acuan berbagai pihak yang terkait dan membutuhkan. Hingga saat ini peta geomorfologi untuk Propinsi D.I. Yogyakarta baru dibuat oleh McDonald & Partners (1984). Meski demikian, informasi yang diberikan peta tersebut masih bersifat umum tanpa memberikan gambaran proses geologi secara lengkap, terkait dengan skalanya yang kecil. Padahal berbagai kajian ilmu kebumian yang bersifat ilmiah maupun terapan sangat membutuhkan suatu peta geomorfologi yang baik dan bersifat standar. Suatu pemetaan geomorfologi dilakukan untuk menyajikan gambaran sistematik dari bentuklahan dan fenomena lain yang berhubungan. Perkembangan kajian geomorfologi dewasa ini menunjukkan peta sistem ITC mampu menampilkan berbagai aspek geomorfologi secara utuh, jelas dan mudah dibaca, serta mampu menghimpun informasi geologi dasar berupa litologi dan struktur geologi (van Zuidam, 1983). Metode sistem pemetaan ITC, yang dikembangkan oleh Institute for Aerial Survey and Earth Sciences, Enschede, Belanda, dimaksudkan untuk tujuan analisis geomorfologi dengan menyertakan aspek-aspek morfometri, morfografi, morfogenetik dan morfokronologi (Verstappen, 1970; Verstappen & van Zuidam, 1975; van Zuidam & van Zuidam-Cancelado, 1979; van Zuidam, 1983). Perhatian juga ditujukan pada aspek litologi dan proses perubah bentuklahan. Upaya penerapan kajian geomorfologi dengan sistem ITC telah pernah diterapkan oleh Srijono & Untung (1981) pada daerah yang sempit di Pantai Parangtritis, Yogyakarta, dan Srijono, dkk. (2008) pada mandala Pegunungan Selatan bagian barat. Kedua kajian tersebut menunjukkan bahwa metode ITC mudah diterapkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Tulisan ini berupaya untuk membuat peta geomorfologi dengan sistem serupa, dengan luasan daerah kajian ~32.000 km2 mengikuti batas mengikuti wilayah administratif Provinsi D.I. Yogyakarta. Diharapkan bahwa tulisan ini mampu menghasilkan peta geomorfogi Provinsi D.I. Yogyakarta yang bersifat standar, serta menjadi model bagi penerapan kajian serupa di daerah lain.